Senin, Agustus 07, 2023

Rekrekan Presbytis fredericae (Nijman, dkk, 2022) milik Taman Nasional Gunung Merbabu

 

Rekrekan Presbytis fredericae (Nijman, dkk, 2022) milik Taman Nasional Gunung Merbabu

TN Gunung Merbabu memiliki potensi kehati sangat penting (prioritas), yaitu Presbytis fredericae (Nijman, dkk, 2022) atau Rekrekan (nama lokal). Monitoring satwa prioritas ini dilakukan rutin oleh Balai TN Gunung Merbabu dan pada tahun ini monitoring Rekrekan dilakukan di wilayah Resort Pakis.

Monitoring dilaksanakan dengan metode transect count (2 transek) dan dijumpai 14 ekor Rekrekan terdiri dari 9 dewasa dan 5 remaja/anakan. Tim juga menjumpai 2 jenis primata lainnya yaitu 8 ekor Lutung budeng (Trachypithecus auratus), dan 18 ekor Monyet ekor-panjang (Macaca fascicularis). Keberadaan Rekrekan dan Lutung budeng tersebut merupakan indikator masih bagusnya ekosistem pegunungan TN Gunung Merbabu.
Rekrekan dijumpai pada ketinggian mulai 2.400 hingga 2.700 mdpl termasuk tipe ekosistem hutan pegunungan tinggi. Rekrekan selektif dalam memilih habitat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jenis pakan seperti kemlandingan gunung (Paraserianthes lophanta), pampung (Macropanax dispermus), akasia (Acacia decurrens), cantigi (Cinamomum verum), eidelweiss (Anaphalis javanica) dan kerinyu.

Monitoring rutin dan patroli kawasan dilakukan oleh petugas untuk memastikan keamanan dan kelestarian dari satwa prioritas ini. Peluang penelitian untuk teman-teman mahasiswa/akademisi juga terbuka, topik seperti kajian habitat, prefrensi pakan, koridor, dan lainnya.

teks : @jarotpehmurp

selengkapnya klik : https://www.instagram.com/p/CvFIwmnrHSC/?img_index=1 




Celepuk Jawa (Otus angelinae) (Finsch, 1912), burung hantu endemik di Pulau Jawa dijumpai di hutan Taman Nasional Gunung Merbabu

 

Celepuk Jawa (Otus angelinae) (Finsch, 1912)

Oleh: Jarot Wahyudi, PEH-Murp

Burung Celepuk Jawa (Otus angelinae) merupakan jenis burung hantu berukuran kecil dan jenis endemik Pulau Jawa berwarna coklat kemerahan dengan garis-garis hitam warna coklat karat (Holt et.al 2020). Panjangnya hanya sekitar 16-18 cm. Beratnya sekitar 70-90 gram. Bulu tubuhnya didominasi warna gelap dengan tubuh bagian atas berwarna coklat keabu-abuan, bercoret rapat, dan berbecak-becak hitam. Tubuh bagian bawah bergaris dengan coret hitam pada sekitar dada dan keputih-putihan pada bagian perut. Alis mata berwarna putih mencolok. Iris kuning emas, paruh kuning, kaki kuning kotor. Sekilas Celepuk Jawa hampir menyerupai saudara dekatnya, Celepuk Reban (Otus lempiji).

Persebarannya terbatas di wilayah dataran tinggi dari 1.500 – 2.500 mdpl. Umumnya ditemukan di wilayah Jawa Barat seperti di Gunung Salak, Gunung Gede Pangrango dan catatan yang sangat lama dari Tangkuban Perahu, Gunung Papandayan, dan Ciremai (Mackinnon dan Phillipps 1993, Birdlife International 2001). Tidak umum dijumpai di dataran tinggi Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Status konservasi Celepuk Jawa adalah terancam punah akibat semakin berkurangnya habitat alaminya, habitatnya terbatas di hutan pegunungan antara 1.500 – 2.500 mdpl, dan perburuan. Catatan perjumpaan di hutan  Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) pada bulan Oktober 2018 oleh petugas PEH (Jarot W) menjumpai Celepuk jawa pada siang hari sedang tengger di dahan semak petong sebanyak 1 ekor dewasa (Gambar.1). Perjumpaan ini berada di ketinggian 2.020 mdpl dan merupakan catatan sebaran paling timur Pulau Jawa yang ada dan perlu adanya kajian lebih lanjut.


Gambar 1. Perjumpaan Celepuk Jawa pada tanggal 6 Oktober 2018 di Blok Ngargoloka TNGMb

Foto oleh: Jarot Wahyudi, PEH-Murp

TNGMb masuk dalam kategori ekosistem hutan tropis pegunungan yang berada di Jawa Tengah. Kawasan ini merupakan Kawasan Penting Burung (Important Bird Area) yang membentang hingga Gunung Merapi dengan jenis kunci (key species) Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) dengan status konservasi Genting (Endangered) menurut IUCN dan dilindungi menurut Permen LHK No. P.106/2018. Selain Elang Jawa juga ada Rekrekan (Presbytis fredericae), Lutung Budeng (Trachypithecus auratus), Saninten (Castanopsis argentea) dan Edelweis (Anaphalis javanica).

  

Gambar 2. Rekrekan di hutan TNGMb, hasil Monitoring Satwa Pri0ritas

Foto oleh: Jarot Wahyudi, PEH-Murp

Kegiatan monitoring satwa terrestrial menggunakan metode kamera trap di TNGMb juga tertangkap foto “diduga” jenis Celepuk Jawa pada tahun yang sama (Gambar. 3). Kamera trap yang digunakan adalah jenis kamera otomatis auto focus beresolusi tinggi dan sensor “panas bergerak” infra merah pasif. Pemasangan kamera trap dilakukan secara bertahap, sehingga total waktu pemasangan kamera trap berbeda-beda. Pemasangan kamera trap dilaksanakan oleh petugas TN Gunung Merbabu bersama tenaga ahli dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Gambar 3. Hasil foto dari Pemasangan Kamera Trap di blok Selo Tahun 2018

Foto oleh: Dok. Balai TNGMb